Jumat, 23 Juli 2010

.perkembangan jaman dalam tanda petik.

Bukannya mau menyombong, tapi cerita ini memang diawali saat saya diajak orang tua saya untuk mencari sebuah gubug baru yang akan kami tinggali beberapa bulan lagi.

Sekitar seminggu ini, saya dan orang tua saya keliling pinggiran kota Solo untuk mencari perumahan yang murah meriah tapi layak huni. Dan pikiran kami sekeluarga tertuju pada Karanganyar. Kebetulan ada dua Karanganyar. Yang satu ada di sebelah timur kota Solo dan yang lain ada di sebelah baratnya. Kami memilih Karanganyar sebelah barat. Bukan karna ingin mencari kitab suci seperti Kera Sakti dan Biksu Tong, tapi dengan pertimbangan lokasi yang dekat dengan bandara dan tanah yang cenderung lebih subur.

Waktu kecil dulu, ibu saya menghabiskan masa kecil di daerah sana. Beliau bercerita tentang masa kanak-kanaknya yang seru. Di sepanjang jalan, di dalam mobil, beliau berkata bahwa dulu desa itu di kelilingi hutan, sawah, dan kebun tebu. Tapi itu dulu. Sekarang semua kenangan kecil beliau ditelan oleh perumahan-perumahan yang berjajar menghiasi desa itu. Itukah yang disebut perkembangan jaman?

Tadi sore, kami menengok sebuah rumah yang dimasukkan dalam daftar "akan kami huni". Sebuah rumah di perumahan yang "katanya" untuk kalangan menengah ke atas. "katanya" loh. Dan mungkin keluarga kami berada di ambang bawah "menengah" tadi.

Perumahan itu dikelilingi tembok yang menandai teritorinya. Luas tanah perumahan itu tidak begitu besar. Mungkin hanya seukuran dua lapangan bola. Di sana baru berdiri beberapa rumah, sekitar tujuh ato delapan. Padahal dalam denah yang ada di brosur, akan ada sekitar tujuh puluhan rumah di sana. Model rumahnya modern minimalis. Cocok untuk keluarga kecil yang mengimpikan kedamaian di pinggiran kota.

Berhubung baru sedikit rumah yang ada di sana, maka lahan tanah yang lain masih berupa padang rumput. Tadi saya melihat beberapa anak kecil yang sedang bermain layang-layang dan berlari mencoba menangkap layang-layang lawan mereka yang senarnya berhasil mereka kalahkan. Saya jadi ingat masa kecil saya dulu yang sering main layang-layang di pinggir sawah.

Di sisi tanah yang lain, saya melihat dua orang bapak. Setengah baya. Berbekal goni dan clurit. Saya duduk di teras bakal rumah kami. Mengamati cara mereka memutilasi rumput-rumput di lahan perumahan itu dan memasukkannya ke dalam karung. Lalu terbersit di pikiran saya, jika dalam lima atau bahkan dua tahun lagi perumahan itu sudah dipenuhi bangunan seperti yang ada di dalam brosur, maka ke mana lagi mereka akan mencari rumput untuk pakan ternak mereka?

Belum sempat saya bertanya pada mereka, sudah terdengar sayu suara azan maghrib. Mereka lalu bergegas mengayuh sepeda keluar melewati pos satpam, seperti anak sekolah yang mendengar bel masuk kelasnya.

Itukah perkembangan jaman? Saat smua sawah dan kebun tebu berubah dijadikan tambang emas bagi kontraktor dan pengusaha properti. Itukah perkembangan jaman? Saat anak-anak kecil kehilangan tempat bermainnya. Itukah perkembangan jaman? Saat peternak sapi tak tau lagi harus merumput di mana.

.curhat.

Satu kali saya pernah terpuruk. Tidak sebegitu berat sih, tapi saya ga tau padanan kata yang lebih ringan. Dan ya, itu karna putus cinta yang saya alami beberapa bulan yang lalu. Maaf jika bersifat sedikit curhat. Banyak sekali tangan yang membantu saya bangkit dan saya sangat bersyukur karna Tuhan mengirim orang-orang terbaiknya untuk saya.

Tidak perlu banyak basa-basi, ini adalah beberapa kuotasi yang masih saya ingat dari mereka.

"kamu tidak terjatuh .. hanya sedikit terpeleset .. jadi skarang saatnya bangun dan berbenah" - by Chindytia


"wong ayu cepet payu" - by Ikha Oktavianti *agak sedikit bodoh memang tapi cukup menghibur hanya dengan membacanya*

"cantik tidak harus terbuka kan?" - by Ayu Budiyanti

"tidak ada yang percuma .. semua pasti ada hikmahnya" - by Ikha Oktavianti & Chindytia (in conference)

"hidup itu seperti makan mcflurry yang di dalamnya ada gumpalan es" - by Ikha Oktavianti

"jangan mudah percaya dengan mulut manis cowok" - by Ardi Dwi Saputra


Those are very simple but they mean alot for me. Somehow, what they said has changed my life. Thank God I have them as my friends.

Sebenarnya masih banyak wejangan dari teman-teman yang lain, tapi saking banyaknya sampai ingatan saya tidak sanggup menampungnya. Maklum, semakin tua daya memori juga semakin menurun. Hehe.

Rabu, 21 Juli 2010

.me.

Jujur saya ga tau harus nulis apa. Blog ini saya buat karna ulah tetangga sebelah yang berhasil ngomporin saya (intip: tetangga sebelah). Kalo soal menarikan badan, saya punya pengalaman, tapi kalo soal menarikan jemari, hasilnya ga akan selentik tulisannya. Semua kata yang saya hasilkan masih bugil dan straight to the point. Maklum, saya ga pinter basa-basi. Mungkin lain kali saya harus punya waktu belajar khusus darinya.

Baiklah .. saya mulai dengan sedikit perkenalan tentang saya karna hanya itu yang baru ada di benak saya sekarang. Nama saya NOVIKA TRISKY HARDIKA. Orang-orang terdekat saya biasa mencatut nama saya menjadi "Vika". Saya penggemar warna ungu dan pecinta binatang (buaya darat tidak termasuk). Untuk melihat prediksi sifat penggemar warna ungu, intip jendela saya di sini.

Saya dilahirkan di tengah keluarga yang super demokratis dengan orang tua yang berasal dari desa tapi sangat open-minded terhadap hal-hal baru yang positif. Mereka mengenalkan anak-anaknya pada "bebas bergaul" bukan "pergaulan bebas". Satu hal yang mereka tanamkan terhadap kami sejak kecil yaitu "apa yang kau tanam, maka itu kelak yang kau petik". Dengan kata lain, mereka membebaskan kami untuk melakukan apapun, bergaul dengan siapapun, pergi ke manapun tapi dengan satu syarat bahwa hanya kamilah yang akan menanggung akibat jika kami berbuat sesuatu yang melanggar.

Saya anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua kakak saya perempuan, mereka terlahir kembar. Selisih waktu lahir mereka hanya lima menit, sedangkan selisih waktu lahir mereka dengan saya terpaut lima tahun dan delapan hari. Orang bilang mereka sangat mirip, tapi buat saya mereka sangat beda. Mungkin karna dua puluh tahun yang saya habiskan dengan mereka, membuat saya tau setiap detil dari masing-masing mereka. Dulu kami sering bertengkar tapi saya tak pernah kalah karna ada papah dan ibu yg siap membantu saya. Ga adil memang. Hehe. Tapi setelah tujuh belas tahun, semua berubah. Adik laki-laki saya lahir tepat saat saya baru memulai tahun kesebelas saya mengenyam bangku pendidikan formal. Aneh memang. Dia lahir normal saat ibu berusia rentan untuk sebuah proses melahirkan, beliau berkepala emapt waktu itu. Saya ingat betul setiap menit saat ibu berjuang melahirkan adik saya karna pada waktu itu saya berada tepat di sisi kiri ibu saya, meskipun perawat menyuruh saya keluar, dan papah di sisi ibu yang lain. Satu hal yang menggambarkan kejadian waktu itu. MENAKJUBKAN! Mungkin lain kali pengalaman saya ini akan saya aksarakan di blog ini.

Saya lahir, besar, sekolah, dan kuliah di Solo, the Spirit of Java. Dalam hal pendidikan, prestasi saya tidak menonjol. Begitu juga dalam hal-hal yang lain. Saya tidak berbakat dalam bidang apapun. Seni, olahraga, musik, ga ada satu pun yg saya hebati. Tapi sekarang saya sedang gandrung sama sepeda lipat, blajar masak, dan mencoba menjadi musisi amatiran. Untungnya saya dikelilingi orang-orang yang mendukung dan membantu semua kegiatan saya itu. Keluarga dan teman-teman terutama.

mmm .. apa lagi ya?

Oh ya. Saya punya banyak sahabat. Mereka teman-teman sekolah saya (SMP, SMA, kuliah). Sahabat saya di SMP dulu tergabung dalam sebuah CLONIND, asalnya dari huruf depan kami (Cintani, Lia, Opie, Novika, Ika, Nafisa, Dewi). Kami bertujuh, layaknya warna pelangi. Tapi sekarang pada sibuk sendiri-sendiri jadi jarang ketemu. Skarang teman-teman SMP yg masih bisa diajak menghabiskan waktu ada Dody, Bitbit, Arga, Yusuf, dan Lia. Kami suka meneriaki mic dan layar karaoke, melantunkan lagu yg ada di play list hp kami. Haha

Sahabat saya waktu SMA terdiri dari dua kelompok (kayak nyebutin klasifikasi apaan aja). Gerombolan pertama ada Ayud, Dian, Nina, dan Ayu. Gerombolan kedua ada Diva (Bebek), Faat (Singo), Zesa (Zzzt), dan Elita (Sodox). Di antara mereka, cuma saya yang ga punya nama julukan.

Yang terakhir, sahabat dari tempat kuliah. Mereka bidadari Sasing yg mengajarkan saya banyak hal. Ikha, Cindy, Ata, Beka, Anita, Rini, Farida, dan Chandra. Mereka super seru !

Suatu saat saya ingin kerja di luar Solo, tapi kadang berpikir Solo yang sekarang sayang untuk ditinggalkan. Apalagi mengingat semua teman dan keluarga saya tinggal di sini. Entahlah. Biar waktu yang menjawab.

Sementara itu dulu yang bisa saya tulis. Mata udah ga sanggup lagi beradu pandang dengan layar laptop. Semoga tulisan awal saya ini bisa menjadi perkenalan.